Friday, March 1, 2019







ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WA BARAKATUH


Memasuki Minggu kelima program Matrikulasi IIP 2019, saya kembali dihadapkan pada realita yang selama ini kurang disadari oleh para ibu yaitu kodratnya sebagai guru (madrasatul ulaa) bagi anak-anaknya. Sebagai seorang guru kita dituntut untuk melakukan 2 hal. Yang pertama mendidik anak-anak sesuai fitrahnya agar mereka dapat tumbuh, berkembang dan menjadi orang dewasa yang beriman serta sukses dunia akhirat. Dan yang kedua adalah kewajiban mengupgrade keilmuan dan kemampuan diri.

Ya… mengupgrade keilmuan dan kemampuan diri, karena zaman terus berganti dan ilmu pengetahuan selalu bergerak dinamis seiring dengan kebutuhan zaman. Sama seperti halnya para guru kita yang selalu belajar dan belajar sepanjang hayatnya demi memuaskan gelas kosong para siswanya, maka sudah seharusnya lah para ibu berbondong-bondong kembali belajar tentang cabang ilmu yang dibutuhkan oleh anak-anak dan keluarganya.

Ketika putra sulung saya, Alfa berusia 2 tahun saya menyadari bahwa ia berbeda. Tangisannya berbeda, rengekannya berbeda dan talentanya berbeda. Hal itu yang membuat saya mau menjadi ibu yang berbeda, mau mempelajari ilmu-ilmu yang saya butuhkan untuk membuat “talenta” Alfa yang berbeda itu makin bersinar dan kokoh untuk masa depan cerahnya. Namun saya terlena dan bahkan melupakan kewajiban saya yang kedua yaitu mengupgrade keilmuan untuk diri saya sendiri sebagai ibu. Saya merasa sudah cukup puas karena mampu mendidik anak-anak saya sesuai fitrah dan di usia yang relatif dini alhamdulillah saya sudah mampu membaca minat dan bakat alfa. Saya lupa bahwa merasa cukup menimbulkan kesombongan diri karena merasa tak butuh ilmu yang baru. Alhamdulillah saya kembali diingatkan melalui kelas matrikulasi di setiap minggu agar tidak senantiasa merasa puas dan terus bekerja keras.

Untuk memulai upgrade keilmuan yang saya butuhkan ternyata jauh lebih sulit daripada  membuat rancangan pola didik anak-anak saya. Benar kata orang tua kita dulu bahwa manusia tidak mampu melihat punggung sendiri. Saya pun tidak mampu mengoreksi diri sendiri. Dibutuhkan berhari-hari untuk bisa membuka pintu hidayah atas apa yang saya butuhkan sebagai ibu dari anak-anak saya.

Lalu saya coba lagi membaca tulisan saya pada tugas NHW#3 tentang arti adanya saya, serta kehadiran suami dan anak-anak saya. Dari situ saya mulai menemukan pola LEARNING HOW TO LEARN, belajar bagaimana cara belajar. Saya menyadari bahwa merekalah tujuan saya dan kini merekalah yang menjadi guru saya yang akan memandu saya untuk menentukan cabang ilmu yang saya butuhkan untuk mengupgrade diri.

Setelah mempelajari bagaimana diri saya belajar, maka langkah selanjutnya adalah dengan membuat desain pembelajaran. desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan bahan dan kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta pelaksanaan kegiatan pembelajarannya. Sebagai orang awam maka saya menggunakan metode desain pembelajaran yang paling sederhana yaitu model pembelajaran Bela H. Banathy Di sini .
Model yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil pembelajaran, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yakni pendekatan yang didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.



Adapun 6 langkah pengembangannnya adalah sebagai berikut :
Langkah 1 : Merumuskan tujuan
  • Mampu mempelajari ilmu agama agar menjadi ibu yang sabar dan berakhlak karimah
  • Mampu mengenali dan menggali minat, bakat dan potensi diri
  • Mampu mempraktekkan ilmu parenting
  • Mampu mengaplikasikan management diri
Langkah 2 : Mengembangkan tes
  1. Berapa banyak ayat Alquran yang dibaca dalam 1 hari, berapa kali mengikuti kajian agama dalam sebulan.
  2. Berapa kali mengikuti program pengembangan bisnis, di mana program pengembangan bakat ini dilakukan
  3. Berapa kali mengucap I love you pada anak dan suami, berapa kali lakukan inheal
    exheal ketika marah.
  4. Berapa kali menggunakan handphone di rumah, berapa kali menulis jurnal dalam seminggu, berapa jumlah To do List yang terlaksana.
Langkah 3 : Menganalisis kegiatan belajar
  1. Membaca ayat suci Alquran minimal 1 halaman setiap hari, shalat maksimal 10 menit setelah adzan, mengikuti kajian minimal sebulan 1 kali
  2. Mengikuti seminar dan kuliah offline/online tentang pengembangan potensi diri 1 kali dalam sebulan
  3. Mengucapkan kalimat  I love you pada anak dan suami minimal 1 kali sehari, marah maksimal 2 kali sehari. Inheal exheal setiap hari emosi.
  4. Menggunakan handphone maksimal 4 jam dalam sehari, menulis jurnal/blog 1 kali dalam seminggu. To do List yang dilakukan minimal 3 dalam sehari.
Langkah 4 : Mendesain sistem instruksional
Agar terlaksana dengan baik maka diperlukan sistem terukur agar saya mampu memastikan bahwa langkah-langkah pada nomor 3 dapat terlaksana dan dikuasai dengan baik. Oleh karenanya diperlukan penentuan tempat dan waktu yang cocok untuk melaksanakan langkah-langkah pada nomor 3. Saya memutuskan bahwa tempat yang paling cocok untuk melaksanakan langkah-langkah pada nomor 3 adalah 75% di dalam rumah dan 25% di luar rumah seperti kajian di mesjid, seminar dan mengikuti komunitas. Waktu yang diperlukan sesuai dengan rujukan To do List dan Milestone yang sudah saya buat pada NHW#2 dan NHW#4
Langkah 5 : Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil
Sistem yang sudah di desain selanjutnya dilaksanakan dalam bentuk uji coba di lapangan (di rumah bersama anak-anak dan suami) dan di tes hasilnya. Hal-hal yang telah dilaksanakan dan dicapai oleh saya merupakan output dari implementasi sistem, yang harus dinilai supaya dapat diketahui hingga saya dapat mempertunjukan atau menguasai tingkah laku sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Untuk memudahkan saya membuat penilaian pribadi berbasis poin, dimana ketika saya melaksanakan tugas dengan sangat baik dan tepat waktu maka saya akan diberi nilai 5 medali (🏅🏅🏅🏅🏅) oleh suami dan anak-anak saya.
Langkah 6 : Mengadakan perbaikan
Pada langkah ini ditentukan, bahwa hasil –hasil yang diperoleh dari evaluasi digunakan sebagai umpan balik bagi sistem keseluruhan dan bagi komponen-komponen sistem, yang pada gilirannya menjadi dasar untuk mengadakan perubahan untuk perbaikan sistem pembelajaran. Berhasil atau tidak tugas-tugas tersebut dapat terlihat dengan tingkat kepuasan dan kebahagiaan suami serta anak-anak saya. Jika belum memenuhi target tentunya harus segera dilakukan perbaikan dan pembaharu semangat untuk menjadi istri dan ibu yang lebih baik dan lebih baik lagi.

Demikianlah 6 langkah konkret yang menjadi desain pembelajaran saya sehingga saya mampu Learning How To Learn agar tujuan dan cita-cita saya saya sebagai individu, istri dan seorang ibu dapat terlaksana sesuai dengan dengan waktu Milestone yang telah saya tentukan dan menjadi kebiasaan baik yang senantiasa Istiqomah terlaksana dalam rangka membangun peradaban baru bagi keluarga saya.
Insyaallah…

vindy April . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates